Kritisi Pengesahan RUU Omnibus Law Kesehatan, LPAI Ajak Semua Pihak ber-Sinergi Bersama Wujudkan Perlindungan Anak dari Bahaya Rokok

246 views
JAKARTA – Jumat 21 Juli 2023, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dibawah kepemimpinan Prof. Dr. Seto Mulyadi, S.Psi tenar disapa Kak Setobersama dengan jaringan organisasi pengendalian tembakau di Indonesia, kembali menggelar konferensi pers secara daring guna menyikapi Negara yang darurat perlindungan anak dari bahaya rokok akibat pengesahan RUU Omnibus Law Kesehatan menjadi Undang-undang Kesehatan pada tanggal 11 Juli 2023 lalu.
    Ir. Titik Suhariyati Sekretaris Umum LPAI dalam konferensi pers via zoom yang diikuti 31 peserta dari wartawan serta pengurus jajaran LPAI seluruh Indonesia menegaskan, masalah anak seolah tidak pernah usai, banyak regulasi yang mengatur perlindungan anak, tetapi masalah anak juga semakin kompleks, saat ini anak-anak kita dihadapkan pada salah satu masalah global, yaitu menjadi target
marketing dari industri rokok. Dengan adanya jumlah anak perokok pemula yang kian
meningkat sesuai dengan data GYT Survey pada tahun 2019 menyebutkan anak-anak
terpapar iklan dan promosi rokok dari berbagai media. Media-media tersebut antara lain  TV 65,2%, tempat penjualan 65,2%, media luar ruangan 60,9% dan internet 36,2%. hal tersebut menjadi perhatian penuh bagi pemerintah dalam membentuk regulasi khusus
demi kepentingan kesehatan masyarakat. Seperti yang tertuang dalam 6 pilar
transformasi kesehatan sebagaimana disampaikan Menteri Kesehatan bahwa untuk dapat mewujudkan penduduk Negara dengan kualitas kesehatan yang baik maka perlu
dilakukan upaya promotif preventif. Akan tetapi, dalam mewujudkan hal tersebut
sangatlah bertolak belakang dengan Undang-undang Kesehatan (Omnibus Law
Kesehatan) yang baru saja disahkan pada tanggal 11 Juli 2023 lalu. ” Kebijakan ini tidak
menunjukkan keberpihakan untuk melindungi anak-anak generasi penerus kita. Bagaimana anak-anak kita akan menjadi generasi emas 2045 jika kebijakan pemerintah
sendiri tidak mendukung tujuan/goal tersebut, ” terang Titik.
 
    Kritikan serupa juga diutarakan Nara sumber konferensi pers
Ahmad Fanani, RUU Omnibus Law Kesehatan kata dia telah di sahkan menjadi Undang-undang Omnibus Law Kesehatan akan tetapi substansi Undang-undang ini tidak mencerminkan
esensi perlindungan kesehatan. Banyak pasal yang tidak menunjukan keberpihakan pada
kepentingan kesehatan. Sejak Undang-undang ini masuk ke dalam Prolegnas banyak
terjadi penolakan yang massif dari seluruh lapisan masyarakat terutama praktisi
kesehatan dan organisasi profesi kesehatan. Banyak pihak merasa dirugikan dengan adanya pengesahan Undang-undang kesehatan ini khususnya praktisi perlindungan anak
dan pengendalian tembakau di Indonesia.
    Fanani menegaskan bahwa segala upaya pembangunan kualitas sumberdaya manusia akan mustahil jika tidak didukung dengan
kualitas kesehatan. “Dengan adanya pengesahan Undang-undang ini justru menjadi
ancaman bagi tercapainya Visi Indonesia Emas 2045. Hal ini dikarenakan logika
penyusunan undang-undang kesehatan sangat terbalik, pembentukan Undang-undang
yang terkesan ugal-ugalan dan terburu-buru ketika menkes menginginkan transformasi
kesehatan, tetapi pasal yang terkait dengan promotif preventif justru dihapus. Yang
diatur dalam Pasal 149-152 justru melemahkan Undang-undang Kesehatan, Negara
menggeser orientasinya untuk perlindungan kelompok rentan. Sehingga jika tanpa
penguatan regulasi maka visi Indonesia di tahun 2045 akan menjadi hangus, ” tegasnya.
    Begitu pula diungkapkan Nara sumber Elfans Suri RMI, setiap manusia kata dia memiliki hak untuk menikmati standar kesehatan tertinggi yang dapat dicapai untuk menjalani kehidupan yang bermartabat. Hal ini tidak hanya berlaku di satu Negara tertentu melainkan seluruh Negara di dunia termasuk Indonesia. Terkait dengan pemenuhan hak atas kesehatan harus sesuai dengan konsep standar kesehatan tertinggi dan tidak setengah-setengah. ” Pemerintah telah meratifikasi
instrument Hak Asasi Manusia tetapi tidak menjadikan dasar pertimbangan dalam
membentuk perundang-undangan termasung Undang-undang Omnibus Law Kesehatan, ” ujarnya.
    Dari kalangan pelajar juga mengkritisi hal tersebut seperti diuraikan Ari Budi dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Remaja katanya adalah target karena perokok remaja
merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan setiap industri rokok 50 tahun
terakhir, perokok remaja adalah satu-satunya sumber perokok pengganti. “Jika para
remaja tidak merokok maka industry akan bangkrut sebagaimana sebuah masyarakat yang tidak melahirkan generasi penerus akan punah. Mengingat poroporsi umur pertama
kali merokok pada penduduk umur kurang dari 10 tahun. Sebagian anak mulai merokok
saat usia SD-SMA dengan harga rokok yang relatif murah dan terjangkau oleh anak.
Anak-anak dapat membeli rokok satuan/ketengan dengan kemudahan iklan yang dapat
ditemukan oleh anak-anak. Ari juga menyampaikan apabila apabila pemerintah tidak
melakukan intervensi yang mendukung control terhadap produk tembakau, maka pada
tahun 2030 diperkirakan angka porevalensi perokok pemula akan meningkat menjadi
16%. Indonesia merupakan Negara dengan perokok muda tertinggi di dunia dan belum
ada tanda-tanda mengalami penurunan di masa mendatang, ” cetusnya.
    Sementara itu, berkaitan dengan iklan promosi dan sponsorship rokok, sebelumnya RAYA Indonesia
telah melakukan pengamatan secara berkala yang kemudian dikemas dalam bentuk
Laporan Monitoring Iklan Rokok di Internet, dalam hasil pengamatan tersebut telah
ditemukan fakta bahwa iklan rokok khususnya di internet dapat diakses kapanpun dan
dimanapun tanpa batasan apapun dan mudah ditemukan di perangkat seluler setiap
orang. Dan jika melihat kondisi anak-anak saat ini yang banyak menghabiskan waktunya
dengan gadget kemudian kemudahan akses yang diberikan juga membuka peluang bagi anak-anak untuk terkena paparan iklan rokok.
    Nara sumber Fiki Zulfaidah juga menambahkan bahwa
pengaruh dari iklan promosi dan sponsorship rokok telah memberikan peluang besar bagi anak-anak untuk menjadi perokok pemula, pasalhnya penyebaran iklan, promosi dan
sponsor rokok di berbagai media menjadi pintu gerbang utama bagi anak-anak untuk
mencoba dan dengan mudahnya terpengaruh, dari yang tidak tahun menjadi tahu, dan dari yang tidak ingin mencoba menjadi ingin mencoba, karena konsep dari iklan adalah memasarkan barang yang sebelumnya belum diketahui oleh konsumennya.
    Kemudian nara sumber Sarah Mutiah menerangkan Rokok membahayakan kesehatan sehingga dibutuhkan Informasi yang jelas, benar, dan bisa dipahami masyarakat adalah hak asasi yang dilindungi Undang-undang. ” Perlunya diterapkan PHW (pictorial helath warning) dengan tujuan
mengomunikasikan efek bahaya dari penggunaan tembakau, membatasi atau melarang penggunaan logo, warna, dan brand image atau informasi promosi pada kemasan produk tembakau, dan komunikasi yang efektif dari biaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menginformasikan bahaya konsumsi produk tembakau khususnya kepada masyarakat
dengan literasi rendah, ” sambungnya. (opi)

Comments

comments

Penulis: 
    author

    Posting Terkait