Skandal Minyak Goreng, Paradigma Berfikir Yang Harus Diubah

514 views

Tulisan saya kali ini kita awali dengan kata “skandal”, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Skandal berarti perbuatan yang memalukan.

 

Kita coba tarik pada kasus minyak goreng yang terjadi di Indonesia beberapa waktu lalu, bisa kita katakan sebagai sebuah skandal, apalagi ini melibatkan pejabat negara, perbuatan yang memalukan yang dilakukan oleh pejabat negara kita dengan mengorbankan banyak orang.

 

Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini, mereka ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil atau CPO.

 

Kelima tersangka itu diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

 

Selain itu, para tersangka diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation) dan Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO.

 

Mengutip keterangan dari Jaksa Agung ST Burhanuddin, kelima tersangka diduga melakukan perbuatan hukum, yaitu Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor; Dikeluarkannya persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat yaitu : Mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO); dan Tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20% dari total ekspor).

 

Seperti yang sama-sama kita ketahui, tersangka dalam kasus ini yaitu pejabat eselon satu kementerian perdagangan yaitu dirjen perdagangan luar negeri, komisaris, general manager, senior manager perusahaan minyak di Indonesia, dan pihak swasta.

 

Lalu, apa dampak yang diakibatkan karena kasus ini, seperti yang kita lihat dan rasakan beberapa waktu lalu tepatnya pada bulan April, terjadi kelangkaan minyak goreng di pasar-pasar selama beberapa minggu, menyebabkan konsumen mengantre begitu panjang untuk mendapatkan minyak goreng bahkan ada yang harus pulang dengan tangan kosong karena tidak mendapatkan minyak goreng.

 

Kelangkaan ini disebabkan karena tidak dilaksanakannya kewajiban pengekspor yaitu mendistribusikan CPO kedalam negeri yaitu 20% dari total ekspor, ditambah lagi harga CPO dunia sedang tinggi-tingginya membuat nafsu para pengekspor juga ikut tinggi untuk menjual CPO keluar negeri.

 

Namun selain itu, apakah pemerintah tidak bisa mencari solusi kongkrit untuk menyelesaikan masalah ini?

Dalam buku teks ekonomi internasional, ekspor suatu komoditas dilakukan selalu dengan asumsi bahwa kebutuhan domestik sudah terpenuhi, tapi apa yang terjadi hari ini? pemerintah malah mendahulukan ekspor daripada pemenuhan kebutuhan domestik, sebenarnya ini paradigma berfikir yang harus diperbaiki, kalau kita mengutamakan kebutuhan domestik lebih dulu, fenomena kelangkaan CPO domestik tidak mungkin terjadi.

 

Menurut data, total kebutuhan domestik CPO kita hanyalah sebesar 17,35 juta ton, sedangkan total produksi CPO 47,18 juta ton, masih ada surplus sebesar 29,83 juta ton.

 

Kembali ke skandal minyak goreng tadi, apa saja sih sebenarnya syarat ekspor minyak goreng yang ada di Indonesia ini, menurut Permendag yang baru saja dirilis beberapa hari yang lalu, ada tiga syarat yang harus dipenuhi, pertama Eksportir harus memiliki bukti pelaksanaan distribusi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) dengan harga penjualan di dalam negeri (domestic price obligation/DPO) kepada produsen minyak goreng curah.

Kedua, Bukti pelaksanaan distribusi DMO minyak goreng curah dengan DPO kepada pelaku usaha jasa logistik eceran dan membeli CPO dengan tidak menggunakan DPO.

Ketiga, Bukti pelaksanaan distribusi DMO produsen lain yang didahului dengan kerja sama antara eksportir dan produsen pelaksana distribusi DMO, disampaikan melalui Indonesia National Single Window (INSW) berupa elemen data elektronik nomor induk berusaha dan nama perusahaan.

 

Lalu bagaimana perkembangan kasusnya, apakah Menteri Perdagangan juga ikut terlibat dalam skandal ini? menurut Jaksa agung muda tindak pidana khusus (Jampidsus) saat ini tahapan penyidikan masih berjalan, jadi belum bisa dipastikan apakah Menteri Perdagangan akan diperiksa atau tidak.

 

Berdasarkan update terakhir, Kejaksaan Agung juga telah memeriksa Presiden Direktur PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart) Tbk, sebagai saksi dan beberapa saksi lainnya terkait kasus ini.

 

Kita sama-sama berharap agar skandal ini bisa diselesaikan oleh Kejaksaan Agung dan kejadian-kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali, karena konstitusi telah menggariskan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan sumber daya negara digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

 

Negara harus hadir untuk memperbaiki mekanisme pasar yang eksploitatif ini. Ketika negara menunjukkan ketidakmampuannya untuk mengutamakan kepentingan domestik dibanding kepentingan pasar global, hal itu menimbulkan kesan bahwa negara takluk kepada kekuatan pasar.

 

Penulis : Fikran Jamil (Badan Pengawas dan Konsultasi Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia 2021-2023)

Comments

comments

Penulis: 
    author

    Posting Terkait