Jambi, 6 November 2016– Para petani yang ikut menjadi peserta Jambore Masyarakat Gambut (JMG) 2016 didorong agar dapat mengembangkan produk pertanian unggulan dari lahan gambut.
“Gambut bisa ditanami kopi liberika. Tanaman kopi tidak merusak, dan kopi bisa menjadi pilihan untuk dikembangkan di lahan gambut,” kata Veronica Herlina, selaku Direktur Eksekutif Sustainable Platform Coffee Indonesia (SCOPI) saat menjadi pembicara di acara JMG 2016 di GOR Kota Baru, Minggu.
Dalam Dialog dan Pentas Inovasi Rakyat yang digelar Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia tersebut mendatangkan tiga pemateri handal. Yakni Veronica Herlina, Executive Director Sustainable Platform Coffee Indonesia (SCOPI), Tjahjo Muhandri dari Teknologi Tanaman Pangan dan Diyan Hastarini dari peneliti pasar komoditi.
Adapun para petani dan juga perangkat desa yang hadir dalam dialog inovasi rakyat tersebut datang dari provinsi yang memilikiy lahan gambut, yakni Papua, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Riau dan Jambi.
Petani di lahan gambut menurut Veronika harus bisa mengambil peluang dalam pengembangan kopi jenis liberika. Jenis kopi tersebut mempunyai prospek yang bagus karena bisa tumbuh di lahan gambut dan peminat pasarnya juga besar.
“Prospek kopi sangat bagus dikembangkan, karena sekarang orang semakin banyak yang suka minum kopi, dalam pengembangan kopi jenis ini sudah ada petani di Jambi yang mengembangkannya, Kalau sudah mengembangkan kopi liberika, nanti SCOPI akan berupaya membantu pemasarannya dengan membuka jaringan ke pedang-pedagang dan pengusaha kopi,” kata dia.
Menurut Tjahjo Murhandi, selain kopi, produk pertanian yang bisa dikembangkan di areal lahan gambut diantaranya bisa, Nanas, Kakao, Jelutung dan berbagai pertanian lainnya.
Dalam produk pertanian yang sudah dihasilkan itu, para petani juga didorong untuk berinovasi dalam srategi pemasaran produk pertanian yang dihasilkan dari lahan gambut.
Sementara berdasarkan hasil penelitian diberbagai daerah, Diyan Hastarini selaku Peneliti Pasar Komoditi Pertanian itu mencontohkan dari hasil analisanya yang menggunakan “Rantai Nilai” itu dia memetakan hambatan yang sering dialami petani yakni hama dan pupuk yang harganya mahal.”Selain itu ada hambatan yang sering dialami pedagang adalah masalah transportasi, akses jalan yang rusak, karena kalau akses jalan rusak tentu produk yang dibeli semakin mahal dan petani pun kesulitan untuk memasarkannya,” kata dia.
Sebab itu dalam memulai mengembangkan komoditi pertanian itu petani harus bisa merencanakan terlebih dahulu hingga proses akhir pemasaran produk.”Jadi harus kita analisa dulu dari awal. Mulai perencanaan benih dan bibitnya, lahannya hingga proses pemasaran produk pertanian yang dikembangkan itu,” kata Diyan.
Perusahaan jangan diberikan izin konsesi
Pada dialog inovasi rakyat itu, para petani yang hadir tampak antusias mengikutinya. Satu diantara petani yang hadir itu ada yang mengeluhkan selama ini pemerintah hanya memberikan izin konsesi lahan gambut kepada perusahaan.
“Selama ini gambut itu bukan milik masyarakat, bisa dikatakan sebagaian kecil gambut dikelola yang dikelola masyarakat. Di gambut biayanya besar, masyarakat seperti kami yang tidak mempunyai modal besar hasilnya tidak maksimal,” kata Sopian Hadi peserta yang berasal dari Inhil, Riau.
Petani membuktikan bahwa mereka bisa mengelola gambut dengan baik. Salah satunya produk pertanian unggulan dari petani gambut itu dipamerkan pada JMG yang baru pertama kali digelar itu.
Adapun inovasi produk unggulan yang telah dihasilkan dari lahan gambut itu diantaranya seperti Purun (tikar dari tanaman yang tumbuh di lahan gambut), Kopi Liberika, Manisan Labu, Manisan dari buah kepayang dan produk unggulan lainnya selain sawit.”Itu semua produk yang kami hasilkan dari tanaman yang berasal dari daerah gambut,” katanya.
Sopian berharap kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib masyarakat yang mengelola lahan gambut, karena masyarakat telah membuktikan dari berbagai produk unggulan yang dihasilkan.”Tolong kami masyarakat desa yang berada di daerah gambut agar pemerintah jangan lagi memberikan izin konsesi kepada perusahaan perkebunan sawit,” demikian Sopian. (***)